Sunday 16 February 2020

His gone

Hari itu tepat 03 Mei 2007.
Hari dimana seluruh harapan dan doaku runtuh.
Seluruh jiwaku terasa gelap dan berwarna hitam pekat, warna duka.
Laki-laki yang sangat aku cintai, aku banggakan, aku hormati dan aku kagumi pergi tanpa satu katapun terucap ataupun sekedar ucapan selamat tinggal.
Dia pergi seperti asap yang menghilang tersiram hujan.
Hanya tersisa abu dan arang berwarna hitam tak berarti.
Aku tak berani menangis, aku tak berani mempercayai dan tak berani bersuara sedikitpun.
Aku hanya berani berdoa dan meminta pada Tuhan bahwa ini hanya mimpi buruk seperti yang selama ini aku alami.
Ketika kakiku menginjak anak tangga rumah itu, tak kudapati lagi sambutan riangnya, tak kutemui senyum lebarnya di atas anak tangga, tak kudengar lagi suara khasnya memanggil namaku.
Aku tak berani membuka mataku ketika melangkah melewati pintu, aku tak berani mencari sosoknya lagi seperti yang selalu kulakukan setiap kembali ke rumah itu.
Aku menutup telinga dan hatiku hingga menjadi batu yang tak tergoyahkan.
Aku tak ingin mendengar tangis pilu orang-orang yang menatapku iba.
Hatiku terkoyak, hatiku hancur berkeping-keping bahkan tak mampu kugambarkan seperti apa rasa sakitnya.
Sosok itu sudah membeku, sosok itu sudah terdiam, sosok itu sudah tak bergerak bahkan ketika aku membatu tak mampu melanjutkan langkahku.
Sosok itu tak lagi menyambutku, sosok itu tak lagi tersenyum padaku bahkan tak lagi menyebut namaku. 
Dia tidak memperdulikan keadaanku lagi, dia tidak memikirkan masa depanku lagi, dia tidak memintaku menolongnya lagi, dia pergi meninggalkan aku.
Aku yang belum cukup dewasa untuk menerima rasa sakit, aku yang belum seharusnya merasakan kesepian dan kesedihan.
Dia mengajarkanku menjadi kuat dengan caranya sendiri seperti yang selama ini selalu dilakukannya ketika mengajariku banyak hal.
Bahkan rasa sakitnya masih tertanam dengan baik didalam hatiku.
Kerinduan demi kerinduan yang tak kunjung terobati, airmata yang selalu tumpah ketika mengingatnya bahkan hati yang terasa terbakar ketika menyadari tak kudapati lagi dirinya.

Dia tak pernah tergantikan.
Cintanya, senyumnya, suaranya dan caranya memperlakukan diriku. 
Segala hal tentangnya tak pernah hilang dari ingatanku.
Cintaku padanya semakin hari semakin bertambah dan tak pernah pudar sedikitpun.

Kakek. Ini cucu kecilmu, yang sangat merindukanmu.